Sama seperti postingan sebelumnya, saya bukan mau ngasih teori parenting yak. Tapi, ada sebuah cerita, prinsip, dan kebiasaan orang Jepang yang saya denger dari suami, yang menurut saya penting dan ingin saya terapkan dalam keluarga saya, terkait mendidik anak untuk makan.
Sebenernya cerita ini bermula ketika suami saya melihat seorang ibu, bapak, dua orang anaknya, dan sepasang laki dan perempuan–yang keliatan seperti teman dari keluarga tadi– sedang makan siang di restoran di Indonesia. Anaknya yang satu usia TK dan yang satu lagi mungkin baru 1-2 tahun, dan keduanya laki-laki.
Sepanjang makan siang itu, si anak benar-benar tidak bisa diam. Dia lari kesana kemari, naik ke atas kursi, hanya diam sebentar untuk makan dengan disuapi ibu atau bapaknya, kemudian bergerak ke sana kemari. Sang ibu sendiri sibuk membantu si adik makan sambil bergantian menyuruh si kakak duduk dan makan dengan sang ayah. Sang ayah sendiri lebih sering mengobrol dengan sepasang temannya tersebut, sambil sesekali menyuruh si kakak duduk dan makan.
Alhasil, meski sepasang temannya itu sudah selesai makan, si ayah-ibu tadi ternyata masih belum makan. Si kakak masih tidak bisa diam, untungnya, makanannya sudah habis.
Menurut saya, pemandangan seperti itu lumrah sekali. Namanya juga punya anak kecil, banyak energi, dan ngga bisa diam. Tapi, buat suami, ternyata pemandangan tersebut luar biasa menarik. Sebab di lingkungannya, dia tidak pernah melihat hal yang sama. Pertanyaan suami simpel, kenapa mereka tidak bisa makan bersama-sama?
Table of Contents
Manner ketika makan bersama dalam keluarga Jepang
Saya pernah tinggal beberapa minggu dengan mertua dan pernah tinggal serumah dengan nenek-kakek suami setelah menikah. Meskipun dari segi rumah dan kebiasaan di rumah mertua lebih modern ketimbang di rumah nenek-kakek yang lebih tradisional, tapi keduanya memiliki manner yang sama ketika makan.

Baik jam makan pagi, makan siang (di hari libur), terutama makan malam, semua penghuni rumah harus berkumpul di meja makan untuk makan bersama (kecuali papa mertua yang pulangnya lebih malam). Mulai dari itadakimasu (ucapan selamat makan!) sampai ke gouchisosama deshita (terimakasih untuk makanan hari ini).
Semuanya meninggalkan aktivitas mereka, meninggalkan laptop, dan juga handphone mereka, dan berkumpul di meja makan. Menikmati makanan sambil ngobrol.
Baik di rumah mertua maupun di rumah nenek, meja makan pasti dilengkapi dengan TV, tapi tidak untuk ditonton lekat-lekat. Biasanya hanya untuk menemukan topik pembicaraan untuk didiskusikan bersama sambil makan.
Dan kebiasaan ini yang diteruskan oleh suami, setiap saya makan bersama suami, baik di rumah atau pun di restoran. Handphone kami tinggalkan, dan kami menikmati makan sambil ngobrol. Kalau saya mulai pegang handphone atau nonton Netflix sambil makan (kebiasaan jelek saya), suami pasti langsung negur, “taberu toki wa taberu!” (kalau waktunya makan, ya makan!).
Mendidik anak makan di meja makan
Menurut pengalaman suami, kebiasaan makan bersama seperti itu di Jepang sudah dimulai sejak masih kecil. Sejauh memori yang suami bisa ingat, tidak pernah ada momen di mana dirinya tidak makan di meja makan bersama dengan keluarga sejak beliau usia TK.
Sejak kecil, anak-anak di Jepang ternyata dibiasakan untuk makan bersama orang tuanya di meja makan. Ketika orang tuanya mulai makan, si anak ini juga akan makan. Sehingga, nantinya si anak dan orang tua ini bisa makan bersama dan selesai bersama.

Salah satu alasannya adalah karena cara mendidik anak untuk makan di meja makan yang paling praktis adalah dengan memberikan contoh dari orang tuanya, atau dengan mengajak mereka untuk terlibat.
Sama seperti ketika kita mengajarkan anak masak. Kita tidak bisa hanya menyuruh anak masak, kita harus memberi contoh dan melibatkannya dalam kegiatan sederhana, misalnya mengupas telur. Hal yang sama berlaku pula untuk kebiasaan makan si anak ini nantinya.
Dan, ternyata benar kata suami. Beberapa kali saya pergi ke restauran ketika di Jepang dan melihat keluarga yang seperti itu. Orang tua dan kedua anaknya yang masih umur TK makan bersama dan selesai makan bersama di restoran. Kedua anak ini duduk dengan rapi diatas high chair, tanpa drama lari-larian.

Tentu, ketika makan, si anak ini butuh bantuan orang tuanya, misalnya untuk mengambil makanan, memotong makanan yang terlalu besar untuk mulut mereka, atau mengambil minum atau sendok. Jika butuh bantuan, maka si anak ini akan meminta pada ibunya (yang duduk paling dekat), dan ibunya akan membantu sambil makan. Ketika selesai makan, mereka selesai bersama-sama.
Memang kebiasaan makan bersama di meja ini juga dibiasakan di dalam lingkungan sosial mereka. Misalnya, makan siang di sekolah, baik tingkat TK-SD-SMP sampai ke SMA biasanya ada kegiatan makan siang bersama. Jadi, ngga heran kalau kebiasaan itu terbawa seumur hidup mereka.
Yang terbawa hingga dewasa
Saya bukan orang yang punya kebiasaan makan yang baik. Kalau diingat-ingat, sampai umur SMP atau SMA, saya masih makan di atas sofa di depan TV. Saya merasa nyaman makan sambil nonton TV, dan mungkin ini ada hubungannya dengan kebiasaan makan saya sewaktu kecil.
Sama seperti anak TK di awal cerita tadi, sewaktu kecil saya makan selalu disuapi pembantu. Biasanya sambil main sambil disuapi. Saya tidak pernah makan di meja makan bersama orang tua, karena orang tua saya sibuk bekerja baik pagi-siang-malam (maklum, orang tua bekerja di pagi hari dan praktik di malam hari).
Menurut saya, makan di meja makan itu sepi dan tidak menyenangkan. Makanya, saya suka sekali makan di depan TV, mungkin karena saya merasa lebih ramai dan menghibur dengan adanya TV!
Sampai sekarang saya juga masih makan di depan TV, kalo pas lagi ngga ada siapa-siapa. Tapi, setelah beranjak besar, orang tua pensiun, justru saya lebih sering makan di meja makan bersama orang tua dan kakak-adik saya. Di situ saya sadar, momen makan bersama keluarga adalah momen yang menghibur dan menyenangkan, plus menjadi perekat hubungan antar anggota keluarga.
My personal take on this custom
Bukan saya mau bilang parenting Indonesia kurang kece, atau didikan orang tua saya kurang bagus atau apa ya. Toh berkat parenting orang tua saya, saya bisa jadi seperti sekarang.
Yang jelas, kebiasaan yang ditanam sejak kecil akan terus terbawa hingga dewasa. Mendidik anak untuk makan di meja makan dengan benar adalah manner yang bermanfaat bahkan hingga dewasa, tidak hanya mempermudah orang tua saja.
Dari pada kelimpungan mengejar anak untuk makan, kenapa tidak kita biasakan mereka makan di meja makan bersama orang tua?
Gimana menurut pendapat temen-temen?
Pendidikan diberikan dengan kebiasaan, itu tampak baik untuk melibatkan anak saat makan. Benar hadir dan ada.
Setuju kak. Untuk anak-anak, belajar dari contoh dan keterlibatan sepertinya lebih cocok.
Tulisannya cakep banget mbaa, arigatoo, emang bener karakter anak itu tergantung pembiasaan dari kecil
Terimakasih kak, sudah mampir kemari!
Yuk mari membiasakan hal baik 🙂