Bohong namanya kalau saya bilang pernikahan saya damai-damai aja. Namanya menikah, dua kepala jadi satu, pasti ada namanya selisih pendapat. Apalagi kami dua orang yang berbeda kultur dan latar belakang, pertikaian bukan hal yang aneh. Tapi, dari setiap pertikaian yang kami alami, selalu ada pelajaran penting yang bisa kami petik dari pertikaian tersebut.
Uniknya, pelajaran yang saya dapat dari pertikaian dalam rumah tangga, ternyata applicable juga di lingkungan mana pun saya berada. Dan, semenjak saya mempraktikan kunci penting dari pelajaran tersebut, hidup saya jadi lebih menyenangkan.
Ngga percaya? Coba simak dan kasih pendapatmu
Table of Contents
You can’t change people, only they can change themselves
Menurut buku “Hold me tight” karangan Dr. Sue Johnson, seorang psikolog dan praktisi Emotionally Focused Couples and Family Therapy (EFT), biasanya pertikaian dalam rumah tangga didasari oleh emotional insecurity yang salah satunya dipicu oleh “harapan yang tidak tercapai”.
Ketika kita menemukan fakta bahwa pasangan kita ternyata tidak seperti yang kita harapkan, seketika kita menjadi insecure secara emosional, dan ini membuat kita terjerumus dalam pusaran energi negatif yang berakhir pada pertikaian.
Nah, kebanyakan orang yang menemukan fakta bahwa pasangan/orang lain ternyata tidak seperti yang kita harapkan, akan memiliki tendensi untuk mencoba “merubah” orang tersebut, apalagi kalau orang itu adalah orang terdekat, misalnya pasangan, keluarga, adik/kakak, dan sebagainya.
“Merubah” seseorang menjadi “lebih baik” tentunya terdengar baik. Tapi, perlu disadari bahwa “lebih baik” itu adalah subjective term, satu orang dengan orang lain bisa berbeda. Karena setiap orang punya pengalamannya masing-masing, yang itu membentuk persepsi mereka terhadap lingkungan.
Yang kedua, percayalah, bahwa sekuat apapun pengaruh kita, kita tidak akan bisa merubah orang lain, kecuali orang itu memang memiliki keinginan untuk merubah dirinya.
People change for themselves, not for you.
Indy Rinastiti, 2024
Dari pelajaran ini, saya belajar bahwa ketika kita dikecewakan oleh orang lain (termasuk pasangan), jangan repot-repot untuk mencoba merubah orang tersebut dengan marah, emosi, melabrak, bully, dan lainnya. Apapun yang kita lakukan tidak akan berguna, hanya akan menghabiskan tenaga kita sendiri, dan tidak akan bermanfaat untuk diri kita sendiri.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
You can’t change people, but you can change your response to them
Kita bisa merubah respon kita menghadapi orang lain. Kalau kita kecewa dengan orang lain, cukup hindari berinteraksi atau bekerja sama dengan orang tersebut. Kalau kita mengecewakan orang lain, ngga usah sibuk mencari validasi orang tersebut, cukup belajarlah dari kesalahan dan bangun pribadi yang lebih baik lagi.
Kalau kamu benar-benar ingin merubah orang lain, then don’t try to change them, but influence them.
Suami saya punya cara yang unik untuk “merubah sikap” kami berdua. Setiap kali kami bertikai, suami saya tidak pernah marah apalagi “menggurui” saya. Instead, dia akan menulis jurnal emosi, mempelajari, dan membaca buku untuk membantunya menemukan solusi. Setelah itu, beliau akan merekomendasikan buku tersebut (biasanya buku self-help) untuk saya baca. Tentu saya baca kalau saya mau baca saja, tidak diharuskan.
But it turns out, dari buku itu kemudian saya belajar (banyak!) tentang bermacam hal, termasuk tentang bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik lagi, yang akhirnya membantu memperbaiki hubungan kami. Cara yang menarik, bukan?
Tanpa menggurui dan memarahi saya, tanpa sadar suami saya “meng-influence” saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Daripada fokus merubah orang lain, fokus memperbaiki diri sendiri aja.
People do change, but they change because of themselves.
Indy Rinastiti, 2024
You are the product of your environment
Suatu momen dalam hidup saya, saya pernah berada di lingkungan yang penuh dengan pressure, anxiety, ditambah dengan lingkungan pertemanan saya yang dipenuhi oleh orang-orang high achiever dan ambisius yang memiliki value hidup yang berbeda dengan saya.
Tanpa saya sadari, saya jadi lupa apa tujuan saya, lupa apa yang menjadi prioritas saya, saya menjadi lebih “kemaruk”, tidak pernah merasa cukup, dan les grateful. Lingkungan tersebut ternyata terbawa hingga ke rumah. Ujung-ujungnya, terjadi pertikaian yang cukup pelik dalam rumah tangga. Tau apa yang terjadi?
Saya coba meninggalkan lingkaran lingkungan tersebut, and everything gets better. Ngga cuma dari sisi saya, tapi dari sisi suami juga. Sebab, ketika kita memancarkan energi yang positif dan baik, maka lingkungan sekitar kita juga akan memantulkan energi yang positif dan baik juga.
So, leave your toxic environment. Again, don’t try to change it, just leave it.
It’s all in you head, your mind control everything
Salah satu pelajaran penting dari pertikaian yang saya alami dengan suami terangkum dengan apik melalui sebuah buku yang direkomendasikan oleh suami, berjudul As a Man Thinketh oleh James Allen. Buku tersebut hanya menjelaskan satu prinsip saja, tapi prinsip tersebut paling penting.
Mind is the Master power that moulds and makes…
James Allen, 1902
The tool of Thought, and, shaping what he wills, bring forth a thousand joys, and thousand ills
Pikiran kita adalah energi terkuat. Apa yang kita pikirkan akan membentuk sikap kita, yang mana sikap kita akan menentukan bagaimana jalannya hidup kita kemudian. Kalau kita ingin sukses, mulailah dengan pola pikir layaknya orang sukses, yang nantinya akan membentuk habit yang baik, yang dapat membawa kita ke tujuan kita.
Sama halnya ketika kita berpikiran jelek, pikiran kita akan membentuk sikap kita yang negatif, yang ujung-ujungnya akan ber-impact negatif dalam segala aspek kehidupan, ngga cuma kehidupan rumah tangga, tapi bisa berefek ke lingkungan kerja dan sekitarnya, bahkan ke kesehatan kita.
Dunia yang akan kita bangun adalah dunia yang kita pikirkan. Maka, berpikirlah positif.
Gimana menurut teman-teman?
Buat yang sedang menghadapi pertikaian rumah tangga, buku “Hold me tight” dan buku “As a Man Tinketh” saya rekomendasikan. Tapi, kalau teman-teman tidak punya cukup waktu, cukup praktikan 4 poin penting yang sudah saya sampaikan: jangan terlalu fokus merubah orang lain, refleksi diri dan fokus ke diri sendiri, tinggalkan lingkungan yang toxic, dan kendalikan pola pikir kita sendiri.
Menjadi dewasa memang sulit, selain 3 poin yang pernah saya bahas sebelumnya, keempat poin yang saya tuliskan ini bisa menjadi tambahan amunisi menuju kedewasaan yang hakiki hehehe. Setuju?
Betul banget sih Kak, bahkan di Al-Qur’an saja dikatakan bahwa Allah tidak akan merubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mau merubahnya. Dari tulisan ini aku jadi belajar duhhh jangan terlalu banyak expect sama calon/pasangan yaa, sewajarnya aja. Mereka manusia yang tentunya punya kelebihan dan kekurangan. 🙂
Iya kak, memang paling bener jangan berharap terlalu banyak sama manusia hehehe. Mengubah orang lain mungkin sulit, tapi kita selalu bisa untuk merubah diri sendiri kok 😉 salam kenal kak