Pas nonton series ini, saya mbathin dalam hati, kemana aja saya kok ga nonton drama sarat makna ini?? Iyes, karena menurut saya ada banyak pelajaran penting untuk perempuan dari series Maid ini, baik untuk perempuan dengan latar belakang seperti si tokoh utama maupun woman in general.

Series ini menceritakan tentang seorang ibu muda 25 tahun dengan anak perempuan berusia 3 tahun yang mengalami emotional abuse dari suaminya.

Dia kemudian berjuang untuk bisa lepas dari suaminya ini di tengah keadaannya yang miskin struktural, tidak punya pekerjaan, tidak punya keahlian/gelar, dan tidak punya support dari keluarga maupun dari lingkungannya.

Sepanjang 10 episode series ini kita diperlihatkan lika-liku seorang perempuan untuk bisa lepas dari lingkungan yang toxic dan abusive, bagaimana pemerintah Amerika membantu kelompok rentan ini, dan juga struggle seorang ibu yang bisa bikin kita mewek juga. Bagaimana si tokoh utama ini kemudian bekerja sebagai seorang Maid atau pelayan, sambil memperjuangkan kebebasannya dari lingkungan abusive nya.

Sebagai perempuan, dari cerita kisah Maid ini, ada beberapa pelajaran berharga yang saya yakin bermanfaat untuk perempuan manapun:

BEWARE, SPOILER AHEAD

Perempuan Wajib Berdikari

Ini ngga cuma berlaku untuk single mother atau istri-istri yang bermasalah dengan suaminya aja, tapi untuk siapapun. Karena kita ngga tau kedepannya apakah suami tempat kita bergantung ini akan bisa terus membersamai kita atau ngga. Umur kan tidak ada yang tau.

Kalau terjadi apa-apa, sebagai perempuan, kita wajib berdikari. Wajib bisa bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Apalagi kalau kita sudah punya anak yang bergantung pada kita, seperti karakter di series Maid ini.

Meskipun saya sebel sama si tokoh utama ini di awal episode karena sebagai perempuan dia posisinya lemah banget, benar-benar ngga punya keahlian yang bisa untuk dipakai bekerja, tapi saya salut dengan prinsipnya bahwa ia ingin berdikari.

Baca juga  Celebrity, Netflix K-Drama: Cerita Kerasnya Dunia Influencer ala Korea

Meskipun banyak orang menawari bantuan padanya, dia selalu menolak dan tetap bersikeras bahwa ia harus bisa mandiri. Meskipun ia “nggak punya apa-apa”, tapi itu ngga membuat dia ingin berhenti berjuang untuk bisa berdikari.

Di series ini kita bisa melihat bagaimana sistem dan negara berusaha melindungi korban KDRT dan mensupport seorang ibu korban KDRT. tapi tidak ada yang mudah

Pendidikan itu Penting!

Bayangkan jika si ibu di series ini punya pendidikan dan gelar yang cukup. Dia mungkin bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pada menjadi seorang Maid. Dengan begitu, dia bisa punya penghasilan yang lebih baik, bisa mendapatkan fasilitas daycare yang lebih baik, sehingga dia ngga perlu terjebak dengan lingkungannya yang toxic, bahkan sampai kembali ke suami abusive-nya.

Seiring berjalannya cerita kita akan diceritakan bahwa si tokoh utama ini sebenarnya mendapat beasiswa untuk kuliah di kota lain, tapi kemudian tidak diambil karena hamil dan berkeluarga.

Beruntung, si tokoh utama ini masih bisa re-apply beasiswa tersebut setelah 4 tahun berlalu dan akhirnya dia memperjuangkan untuk bisa melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Karena dia sadar, pendidikan itu penting. Dibandingkan terus bekerja keras tanpa henti sebagai maid, pendidikan bisa membantunya lebih berdikari lagi.

Butuh Keberanian, Tekad Kuat, dan Relasi yang Baik untuk bisa Keluar dari Lingkaran Setan

Dalam series ini diceritakan bahwa seorang korban abuse cenderung akan kembali pada abuser-nya karena mereka merasa helpless. Bahwa ada lingkaran setan dalam lingkungan yang toxic dan abusive tersebut yang membuat korban sulit keluar.

Sama halnya dengan si tokoh utama ini, dimana ia sempat kembali ke suaminya yang abusive itu karena ia merasa berada di posisi bener-bener helpless dan terpuruk. Suaminya datang bak pahlawan dengan embel-embel bahwa dirinya sudah berubah lebih baik dan semacamnya, hanya untuk kemudian mengulang tindakan abusive yang sama, bahkan lebih parah.

Kembali lagi ke suami yang abusive karena kondisi. Meskipun suaminya berjanji akan berubah, tapi pelaku abuse tidak akan semudah itu berubah.

Salah seorang teman yang ditemui si tokoh utama di dalam shelter korban KDRT juga mengalami hal yang sama. Si teman itu terus-terusan kembali ke suami abusive nya karena merasa tidak bisa melepaskan sosok ayah dari anaknya.

Baca juga  "Beef" from Netflix: Drama "Dark Comedy" yang Sarat Makna

Hal yang kemudian membuat si tokoh utama ini bisa keluar dari lingkaran abusive adalah keberanian dan tekadnya untuk bisa bebas. Tanpa keberanian dan tekad yang kuat, dia bisa saja kembali ke suaminya untuk ketiga kalinya, seerti para korban kekerasan lainnya.

Apalagi setelah menyadari bahwa ibunya juga seorang korban abuse oleh ayahnya, dan ibunya berani mengambil segala resiko untuk membawanya pergi ke tempat yang sangat jauh meskipun tanpa uang. Tekad dan keberanian ibunya juga yang akhirnya menginspirasi dia untuk bisa mengambil langkah yang sama.

Ditambah dengan adanya relasi yang baik dengan orang-orang yang tepat yang justru dia temui di masa terpuruknya, akhirnya dia bisa mendapat pertolongan yang tepat untuk membantunya lepas dari lingkungannya yang buruk.

Jangan Berkeluarga Kalau TIDAK SIAP

Tindakan abusive pertama yang didapatkan oleh si tokoh utama ini adalah ketika dia memberitahu pacarnya (suaminya) bahwa dia hamil. Ketika menolak untuk melakukan aborsi, sang pacar langsung emosi. Di scene lainnya, si tokoh utama juga bercerita kalau keluarganya ini sebenernya tidak direncanakan, alias kecelakaan.

Lalu apa yang terjadi? Karena ayah yang tidak siap punya anak, kemudian ia harus banting tulang bekerja, ia jadi rentan stres dan lari ke alkohol. Hasil akhirnya, emosi tidak stabil dan siap burst kapan saja, menghasilkan tindakan abusive.

Dari sisi ibunya? Kita tau, dia jadi ngga bisa melanjutkan pendidikannya, dia jadi ibu rumah tangga tanpa keahlian, dan tanpa akses ke fasilitas yang ia tidak tahu bahwa ia bisa mendapatkannya.

Beruntung, bagi si ibu, kehadiran anaknya bukan lah sesuatu yang ia sesali meskipun itu sebuah kecelakaan. Ia membesarkan anakny dengan baik, apa yang ia lakukan, yang ia korbankan untuk anaknya bener-bener menggambarkan unconditional love yang sangat cantik.

Dari series ini kita bisa lihat kalau punya anak itu tanggungjawabnya ngga “cuma gitu aja”. Ada tanggungjawab dan pekerjaan yang besar, yang kalau kita ngga siap, bakal berefek buruk untuk si anak dan untuk kedua orangtuanya juga.

Baca juga  Yang Bisa Dilakukan saat Usia 15 tahun dan Bermanfaat untuk Masa Depan

Uang Tidak Bisa Membeli Segalanya

Ada salah satu klien si tokoh utama ini yang kaya banget. Seorang pengacara yang sudah menjadi partner di dalam law firm-nya. Meskipun dia kaya, nyatanya dia tidak bisa memiliki anak sendiri, yang berujung pada perceraiannya.

Meskipun dengan uangnya dia bisa memiliki anak melalui surrogacy, tapi tetap dia tidak bisa membeli bonding antara ibu dan anak yang dibangun sejak masa kehamilan hingga kelahiran. Sebab ia tidak merasakan sendiri momen-momen itu.

Ketika si klien ini bercerita ke si tokoh utama, kita bisa langsung merasakan kehidupan yang begitu kontradiktif dengan permasalahannya masing-masing. Yang miskin belum tentu tidak bahagia, yang kaya juga belum tentu akan selalu bahagia. Karena akan selalu ada hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Writing DOES HELP you

Meskipun ditengah-tengah pekerjaannya sebagai maid, tetap menyempatkan untuk menulis

Satu-satunya keahlian yang dimiliki oleh si maid ini adalah keahlian dalam menulis. Keahlian ini yang membawanya mendapatkan beasiswa untuk kuliah pertama kali dan juga membawanya untuk bisa reapply beasiswa tersebut untuk kedua kalinya sekaligus membwanya bebas dari lingkungan toxic nya.

Ia juga menggunakan media menulis sebagai salah satu bentuk terapi yang kemudian diajarkannya kepada para survivor lain dalam sebuah group therapy di shelter tempat ia bernaung. Tidak diduga, ternyata terapi menulis bisa membantu para survivor lainnya untuk menemukan ketenangan mereka.

Dalam hal ini, saya pun juga merasakan hal yang sama. Menulis di blog, maupun menulis di caption dalam ig misalnya, menurut saya adalah sebuah bentuk terapi.

Kesimpulan

Meskipun series ini bercerita dalam kondisi dan budaya yang berbeda, tapi intisari ceritanya itu menurut saya bisa diaplikasikan untuk semua perempuan secara umum.

Women empowerment menurut saya bukan berarti perempuan harus lebih kuat dari laki-laki atau tidak membutuhkan kehadiran laki-laki sama sekali, tapi perempuan harus bisa berdikari, mandiri, dan berpendidikan.

Series ini juga sekaligus menjadi pengingat buat saya bahwa setiap orang punya masalah dalam porsinya masing-masing. Oran yang kaya pun punya permasalahannya sendiri

Sama halnya dengan berkeluarga. Ini bukan suatu perkara kecil seperti yang banyak orang di lingkungan saya pikirkan.

Share this post

2 comments

  1. Setuju. Kalo hamil di luar nikah tuh rentan banget karena kan “kecelakaan”. Pasti kondisi di masing-masing pihak ga siap. Ujungnya ya si anak jadi korban karena ga dibesarkan dengan orang tua ‘dadakan’. Aku bersyukur sih bisa besar di budaya Timur yang mengajarkan untuk tidak bersetubuh sebelum diberkati di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya. Setidaknya dengan begini kan aku serta suami benar-benar siap untuk membangun sebuah keluarga karena karakter dan perilaku anak nanti tentu saja sedikit banyak akan nurun dari ajaran ayah dan ibunya kan.
    Thank you for sharing this 🥰

    1. Betul kak, ternyata memang ada maknanya kenapa agama melarang hubungan di luar nikah. Karena memang banyak “celaka”nya.
      Thank you ya kak, sudah mampir kemari 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *