Beberapa waktu lalu saya diajak oleh seorang teman untuk mengikuti sebuah kompetisi badminton kecil di wilayah kami. Kebetulan teman saya ini laki-laki, dan dia pingin main di kategori mixed double (XD), tapi ngga punya pasangan main. Karena teman saya ini cukup dekat dengan saya, jadilah dia meng-ide untuk meminta saya jadi partner mainnya.

Masalahnya adalah saya ngga pernah main badminton sebagai olahraga sebelumnya, apalagi untuk berkompetisi. Biasanya saya main badminton cuma untuk hore-hore dan hiburan semata saja. Mau ngga mau, akhirnya saya mulai rutin main badminton tiap akhir pekan, supaya ngga malu-malu amat lah waktu kompetisi nanti.

Saya baru mulai rutin main badminton sekitar 1 bulan sebelum kompetisi. Karena badmintonnya hanya diakhir pekan, artinya hanya sekitar 4-5 kali saya main badminton. Setiap kali main, keesokan harinya badan saya sakit semua. Mulai dari pergelangan tangan, bahu, perut, sampe ke ujung kaki, dan itu berlangsung bisa sampai 1-2 hari.

Kalau ditanya gimana hasil kompetisinya, ya sudah pasti kalah lah hehehe. Dari seleksi pertandingan grup saja sudah ngga lolos, karena kami ngga berhasil memenangkan satu set pun hahaha. Tapi, meskipun saya kalah, saya berhasil melihat perkembangan diri sendiri yang signifikan.

Bukti beneran badminton. Biar ngga dibilang wacana doank eheheh. Yang kenal ama partner saya, boleh say hi ya wkwk

Karena tidak pernah main badminton, sebenernya saya ngga bisa nge-serve. Tapi, sepanjang kompetisi, saya tidak pernah gagal serve sekalipun (padahal sampe latian terakhir selalu ada 1-2kali gagal per game). Saya juga mulai bisa mengembalikan pukulan lawan, walaupun targetnya hanya “mengembalikan pukulan”, belum sampe bisa bikin poin dari pukulan sendiri.

Hanya saja, kalau diliat ternyata saya tidak segesit para pemain lain. Partner main saya pun juga selalu berpesan, “ayo mbak, kejar bolanya”. Badan saya kecil, mustinya lebiih lincah, tapi nyatanya saya ngga bisa mengejar. Bukan saya tidak bisa bergerak, tetapi saya malas. Iya, malas bergerak.

Baca juga  Kita Mengikuti Mimpi, atau Mimpi Mengikuti Kita?

Malas Bergerak

Mungkin itu yang mendasari kenapa saya tidak suka olahraga. Karena olahraga artinya banyak bergerak. Selama ini saya menjadikan dance sebagai olahraga saya. Bukan karena dance ngga bergerak ya, dance jelas bergerak banyak, bisa bakar kalori sebanyak olahraga juga bahkan. Tapi, kalau di dance ada sisi entertain-nya. Ada musik, kostum, makeup yang bikin saya lebih excited untuk bergerak.

Tapi, kalau dilihat-lihat lagi, dari video-video penampilan saya nge-dance, saya mulai menyadari bahwa ada kalanya gerakan dance saya terlambat sepersekian detik dari beat lagunya. Waktu itu saya masih diumur 20an, ngga mungkin saya sulit bergerak. Sepertinya, alasannya bukan sulit bergerak, tapi sekali lagi, malas.

Biar ngga dikira boong, jaman-jaman masih aktif ngedance dan masih sering juara. Tebak yang mana sayaa??

Seandainya Saya Sedikit Lebih Rajin…

Dari kejadian-kejadian itu saya sadar, sebenernya diri saya sendirilah yang menyabotase saya dari keberhasilan-keberhasilan kecil. Karena saya memilih untuk bermalas-malasan. Saya memilih untuk tidak mengeluarkan energi saya secara maksimal. Saya memilih untuk menjaga diri sendiri dari rasa capek yang itu pasti tidak nyaman.

Padahal, kalau saya sedikit lebih rajin, saya bisa dapat hasil yang maksimal. Kalau belakangan ini orang bilang kulit wajah saya semakin radiant, makin bersih, dan glowing, itu bukan karena perawatan yang mahal, tapi karena produk yang cocok dan rutinitas. Yang dulunya saya ogah-ogahan skincare-an, sekarang tiap malem pasti rutin ngelakuin. Dari yang awalnya cuma kuat 1 step, lama-lama bisa pake beberapa step. Rutin dan rajin. Hasilnya? Ngga boong dan keliatan.

Hal yang sama juga saya terapkan ke blogging dan content creating. Sejak suka bikin journaling, saya lebih rutin menulis di blog, baik website pribadi maupun website rekanan. Paling enggak setiap minggu saya bisa produksi 1-2 artikel. Hasilnya? Angka visit dan viewer naik. Orang mulai familiar dengan platform yang saya bangun tersebut. Karena rutin dan rajin.

Baca juga  Masalah tidak jadi semakin mudah, kita yang semakin kuat

Sama halnya dengan akun content creating. Saya coba untuk rutin bikin video tiap minggu untuk Tiktok. Meskipun berat dan bener-bener time consuming, ternyata saya masih mampu untuk rajin upload. Hasilnya? Lumayan, ada video yang viral, meskipun follower lebih sulit naik.

Jadi kepikiran, seandainya saya sedikit lebih rajin bergerak, bisa jadi saya memenangkan beberapa set game dalam kompetisi yang lalu. Seandainya saya mau bergerak mengejar kok, bisa jadi semua pukulan bisa saya kembalikan ke lawan. Seandainya saya lebih mau bergerak, mungkin tiap minggu saya latihan badminton, besoknya badan saya nggak akan sesakit itu.

Jadi, kalau sekarang saya ditanya kedepannya saya ingin apa, maka jawaban saya jelas hanya satu. Saya ingin sedikit lebih baik, sedikit lebih rajin dari sebelumnya. Dari tidak pernah olahraga, jadi rutin olahraga seminggu sekali. Dari malas bekerja, jadi sedikit lebih bersemangat dan lebih rajin bekerja. Dari malas masak, jadi sedikit lebih rajin masak sendiri. Dari malas beres-beres, jadi lebih minimalist dan lebih rapi.

Sedikit saja, saya cuma sedikit saja ingin lebih baik dari kemarin. Sedikit lebih rajin dari hari sebelumnya.

Kalau setiap orang menargetkan dirinya sedikiiiiiiiiitt saja lebih baik dari sebelumnya, beberapa tahun ke depan, pasti dia sudah menjadi orang yang jauuuuuuuhhh lebih baik. Yakin deh!

Share this post

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *