Game Silent Hill f adalah seri terbaru dari franchise game horor beken Silent Hill besutan Konami, Jepang. Game yang biasanya mengambil setting di sebuah kota bernama Silent Hill di Amerika ini, kini mengambil setting di Jepang. Bukan hanya soal setting, kisah dan isu yang dibawa dari game seri terbaru ini juga cukup berbeda dari seri Silent Hill sebelum-sebelumnya. Memang apa itu?

Warning: potential spoilers ahead. Yang ngga mau ter-spoiler-i bisa skip.

Silent Hill f

Plot

Game ini mostly bicara tentang sang main character, Hinako, yang mencari jalan keluar dari sebuah tragedi yang merubah kota tempat tinggalnya menjadi kota mati yang berkabut dan dipenuhi oleh monster-monster mengerikan. Sembari melarikan diri dari situasi mengerikan tersebut, Hinako mengungkap satu persatu alasan kenapa kotanya hancur dan mengapa dirinya terus-terusan diteror oleh berbagai monster dan bayangan kematian teman-temannya.

Saya di sini ngga akan me-review dari segi gameplay atau gimana (karena saya ngga actually main). Tapi dari sekian banyak gameplay para streamer yang saya tonton di Youtube (terutama bang Windah Basudara), akhirnya saya sadar ada beberapa isu atau kisah penting yang diangkat di seri ini, yang itu ngga ada di seri-seri Silent Hill sebelumnya, yang ini penting buat dibahas di kalangan non-gamer sekalipun.

The Concept

Sebelum kita membahas soal isunya, perlu diketahui bahwa Silent Hill ini memiliki sebuah konsep yang dibawa dari tiap-tiap serinya. Silent Hill diibaratkan seperti sebuah kota mati yang akan didatangi oleh seseorang yang memiliki ketakutan, rasa bersalah, dan misteri dalam dirinya, yang mana di dalamnya orang tersebut harus mengungkap sisi tergelap dalam dirinya, dan “melawan” kegelapan tersebut.

Jadi, dalam setiap serinya, selalu ada bahasan tentang rasa takut, rasa bersalah, dan perjuangan para main character untuk melawan rasa takut, rasa bersalah, demi mengungkap misteri dalam kehidupannya. Terutama untuk Silent Hill 2, Silent Hill Downpour, Silent Hill Homecoming, dan Silent Hill Origins, konsep ini sangat kuat terasa, walaupun masih dibalut oleh kengerian sekte sesat juga.

Baca juga  3 Produk Skincare dari Muji yang Recommended!

Di setiap game Silent Hill, pemain akan didorong untuk membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi overall stories, dan bagaimana kita ingin cerita ini berakhir.

Di Silent Hill f, peran kota mati yang berkabut dalam mengungkap sisi gelap dalam hati manusia juga masih terasa. Tapi, di seri ini, para pemain akan mengungkap “kegelapan” dalam hati seorang gadis SMA tahun 1960-an dari Jepang yang bernama di Hinako. Karena, ternyata memang ada isu-isu gelap di dalam dirinya. Dan menurut saya, ini yang lebih menarik dibahas.

Isu-isu Penting yang Diangkat Silent Hill f

Peran Wanita

Isu ini kental sekali terasa tatkala melihat big boss dari game ini salah satunya ada yang berbentuk Shiromuku, atau perempuan yang memakai gaun pengantin Jepang khas adat Shinto.

Monster Shiromuku Silent Hill f (kiri), shiromuku asli (kanan). Source: google.com

Monster Shiromuku ini menggambarkan si Hinako yang dinikahkan dengan orang kaya dari desa sebelah karena ayahnya terlilit hutang. Sebagai anak perempuan, Hinako tidak memiliki pilihan lain selain menuruti kemauan ayahnya. Endingnya (ending 1 dari game ini), Hinako menjadi stres yang kemudian membuat dia ketergantungan obat-obatan halusinogen (red pill), sehingga Hinako lepas kendali dan membunuh semua tamu yang hadir dalam pernikahannya.

Apalagi, di dalam game ini digambarkan bahwa anak perempuan yang baik, adalah anak perempuan yang patuh pada orang tuanya, menikah dan menjadi istri yang patuh pada suaminya. Hal ini ditunjukkan dari penggambaran Junko, kakak dari Hinako, yang sudah menikah dan menjadi ibu rumah tangga, dan digadang-gadang sebagai sosok “anak perempuan yang baik”. Ini mempertegas peran perempuan di era tersebut tidak lebih dari menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Seolah-olah tidak ada pilihan lain bagi seorang wanita selain menikah dan menjadi ibu rumah tangga yang patuh pada suami.

Pandangan tentang peran wanita ini diperparah dengan karakter ibu Hinako sebagai seorang istri yang hanya “menerima” saja meskipun diperlakukan dengan kasar dan tidak sopan oleh suami di depan anaknya. Menggambarkan posisi wanita, ibu, terutama di era itu, sebagai wanita yang lemah, yang hanya bisa menerima kondisi tanpa perlawanan. Seolah tidak ada pilihan lain.

Baca juga  Rekomendasi serum vitamin C top Jepang: Unlabel Lab Vitamin C25 Essence Premium

Perjalanan petualangan Hinako selama di Dark Shrine yang dipandu oleh mas-mas bertopeng rubah (kita sebut Fox Mask) hingga ke ritual pernikahan juga menggambarkan peran wanita yang hanya “mengekor” ke sosok suami. Seolah-olah wanita hanya bisa “mengikuti suami saja” (walaupun ada ending lain yang menunjukkan bahwa Hinako dan Fox Mask sebenarnya saling menyukai).

Itulah sebabnya, salah satu cerita (dan ending) dalam game ini mengedepankan kegigihan Hinako untuk “membuat pilihannya sendiri”. Di mana Hinako akan melawan dirinya yang memilih hidup dengan mengikuti pilihan yang dibuat orang lain. Di ending lainnya, Hinako akan menolak dinikahkan dan memilih jalan hidupnya sendiri. Sebab, peran perempuan lebih dari sekedar “dinikahkan” dan jadi apapun itu yang suaminya inginkan.

Mental Health di Kalangan Remaja Wanita

Dalam cerita Silent Hill f, Hinako digambarkan sebagai remaja wanita yang “ngga biasa”. Hinako memiliki teman dekat yang itu laki-laki, bernama Shu, yang itu ngga umum di antara anak seusianya (karena usia puber, kalau ada cowok deket sama cewek, pasti ada perasaan lain).

Meskipun dalam game ini digambarkan bahwa Shu seperti “memiliki rasa lebih” ke Hinako, tapi Hinako tampak hanya menganggap Shu sebagai teman. Hal ini sering membuat teman-teman perempuannya salah sangka.

Hinako dan “teman-teman”-nya di cerita awal game Silent Hill f. Source: google.com

Meskipun Hinako terlihat seperti remaja biasa diawal game, memiliki banyak teman-teman yang baik, namun seiring berjalannya cerita, pemain akan dibuat sadar bahwa teman-temannya tidak tulus berteman dengan Hinako. Masing-masing teman memiliki rasa “benci” terhadap Hinako, yang membuat Hinako memiliki rasa “benci” kepada mereka, yang ini termanifestasi dalam kengerian game ini.

Setiap kematian dari teman-temannya, menggambarkan rasa benci dan rasa “terkhianati” dalam hati Hinako, yang ini membentuk kegelapan di dalam hati Hinako.

Baca juga  Japan and Disaster System: Japan is indeed, a fantasy land!

Ditambah lagi kehidupan keluarga Hinako yang tidak harmonis. Menyaksikan Ibunya setiap hari dimarahi, dihina, sampai mengalami KDRT oleh ayahnya, tapi tidak melawan. Hal ini membuat Hinako membenci tidak hanya ayahnya, tapi juga ibunya, sampai akhirnya dia memutuskan untuk kabur dari rumah.

Ngga heran makanya, kalau akhirnya Hinako diceritakan kecanduan obat-obatan halusinogen dan berubah menjadi agresif hingga menghabisi seluruh orang yang hadir di pesta pernikahannya.

Masalah diantara peer group atau teman-teman seusianya, ditambah dengan masalah di lingkungan keluarganya, adalah kombo jurus yang sangat fatal untuk mental, terutama di golongan usia remaja wanita.

Game ini mencoba menggambarkan beratnya beban remaja wanita untuk menempatkan diri diantara harapan dan tuntutan masyarakat di jaman itu.

Budaya Jepang

Salah satu yang paling saya suka dari game ini adalah bagaimana para developer-nya memasukkan budaya Jepang yang kental. Si Fox Mask, Folklore tentang siluman rubah, hingga ke ritual-ritual yang ada sangatlah kental dengan budaya Jepang. Bahkan, salah satu ending dari game ini juga menampilkan siluman rubah berekor tujuh.

Item-item yang dapat ditemukan di dalam permainan ini juga sangat “Jepang”. Mulai dari cemilan-cemilan tradisional Jepang seperti Arare, Yokan, Ramune, sampe ke Inari sushi. Lokasi juga sangat Jepang, tentu saja.

Tapi, yang ngga kalah “Jepang” adalah nilai-nilai patriarki, peran wanita, dan pernikahan yang diangkat dalam cerita game ini. Menurut saya itu sangat menggambarkan budaya Jepang, maupun budaya Asia secara umum.

Meskipun di salah satu endingnya, game ini lebih menceritakan ke arah folklore tentang siluman berekor tujuh dan goal-nya untuk menikahi wanita dengan kekuatan supranatural, ketimbang menceritakan isu wanita dan pernikahan di era itu.

Kesimpulan

Menurut saya, game ini sangat menarik dari sisi cerita. Karena, judul-judul Silent Hill sebelumnya belum pernah mengangkat isu ala-ala budaya Asia se-delicate ini. Belum pernah saya melihat game mengangkat isu wanita Asia di era 1960-an sekompleks ini.

Makanya, game ini sebenernya tetap bisa dinikmati oleh orang ngga suka nge-game atau ga relate sama franchise Silent Hill sekalipun.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *