The answer is I don’t. Saya ngga pernah merasa cemas atau kelewat perfeksionis (ya, sebagai golongan darah A saya suka sesuatu yang teratur, tapi ngga berlebihan sih). Sampai suatu hari seorang dokter spesialis psikiatri mengatakan hal yang lain, bahwa saya punya kecenderungan anxious perfectionist.
Table of Contents
Tes MMPI dan hasilnya yang mengejutkan
Suatu hari, saya diminta untuk menjalani tes MMPI untuk persyaratan sebuah pekerjaan. Buat yang tidak familiar, MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) adalah tes psikologi standar untuk menilai kepribadian dan psikopatologi secara objektif dengan media sebuah tes. Tesnya itu ada dua bagian; tes tertulis, dimana kita harus menjawab 500 sekian pertanyaan tentang kepribadian dan psikopatologi dalam waktu tertentu, dilanjutkan tes wawancara dengan ahli (psikiatri).
Karena tes ini adalah tes mental, sebenarnya tidak ada yang perlu dipelajari atau disiapkan, kita cukup menjawab soal tesnya sesuai dengan kondisi kita saat itu. Jadi, tanpa persiapan khusus (kecuali pengalaman pernah gagal MMPI 1x sebelum-sebelumnya), saya menjalani tes itu.
Beruntungnya, hasil MMPI saya masuk dalam kategori “normal”, menurut sang dokter psikiatri. Tapi, di tengah-tengah wawancara, dokter psikiatri tersebut nyeletuk, “mbak ini cemas ya? Dari gaya bicaranya seperti orang cemas, karena cepat sekali”. Terkejutlah saya, karena seumur-umur, tidak ada satu orangpun yang pernah bilang kalau saya bicaranya cepat sekali. Saya kira, cemas ini maksudnya nervous gitu, ternyata bukan. Cemas disini maksudnya ansietas.
Meskipun hasil akhir tes MMPI saya normal dan saya dianggap fit for duty, tapi kata-kata dokter tersebut memicu rasa ingin tahu saya, apa iya saya ansietas? Kalau iya, sejak kapan? Apakah ini sesuatu hal yang baru terjadi pada diri saya? Atau sudah sejak dulu?
Disclaimer dulu, tulisan berikut ini saya ceritakan dari POV saya sebagai manusia dan dokter umum (saya bukan spesialis kejiwaan yaa).
Anxiety atau Ansietas: yang normal dan berlebihan
Kecemasan, ansietas atau anxiety, sebenernya bukan barang aneh. Kecemasan yang terjadi pada manusia itu sebenernya wajar, misalnya ketika kita mau ujian, mau maju presentasi, dan semacamnya. Kecemasan sendiri sebenernya adalah alarm tubuh normal yang bisa membantu manusia untuk waspada dengan lingkungannya.
Kecemasan yang normal itu biasanya memiliki pemicu yang jelas. Misalnya, kita cemas karena ujian. Sementara, kecemasan yang abnormal itu biasanya tidak ada pemicu yang jelas, tapi menyebabkan penderitanya merasa cemas, takut, bahkan sampe muncul gejala seperti dada berdebar, keringat dingin dan semacamnya.
Dan, ketika rasa cemas itu terjadi terus menerus, hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, itu yang kita sebut dengan gangguan cemas atau anxiety disorder. Spektrum anxiety disorders ini juga luas sekali, dari generalized anxiety disorder (GAD), panic attack, phobia, sampe ke gangguan seperti Obsessive Compulsive Disease (OCD) dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (para sejawat spesialis psikiatri CMIIW ya, katanya OCD dan PTSD sudah dikeluarkan dari kategori anxiety? Benar begitu?).
Saya tidak pernah merasa aktivitas sehari-hari saya terganggu, jadi menurut saya, sang dokter psikiatri menduga saya memiliki “gejala” kecemasan, tapi bukan anxiety disorders. Memang apa saja tanda-tanda orang cemas?
Tanda-tanda orang yang cemas
Dari beberapa buku psikologi dan teori psikiatri yang saya ingat (CMIIW ya sejawat psikiatri), orang-orang yang memiliki kecemasan dialam bawah sadarnya (subconscious), itu punya beberapa sikap atau perilaku yang khas.
Selalu ingin cepat-cepat menyelesaikan/mengakhiri sesuatu
Ya karena selalu merasa dikejar oleh rasa cemas atau takut akan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Rasanya kalau tidak cepat-cepat diselesaikan akan terus mengganggu, karena berkaitan dengan perilaku yang berikutnya
Overthinking
Kalo kata dr. Santi (@santi_psychiatrist), orang dengan gangguan kecemasan itu amigdala (bagian diotak) khususnya dibagian center of fear nya mengalami hipersensitivitas. Jadinya, seringkali mereka “kepikiran” meskipun tidak secara sengaja memikirkan sesuatu. Mereka akan terus “kepikiran” sampe capek. Itulah overthinking pada orang dengan gangguan kecemasan. Mengganggu aktivitas sehari-hari ngga kalo gitu? Kalo iya, ya mending berobat aja.
Maladaptive Perfectionist
Nah, orang-orang dengan ansietas ini sering ter-mix dengan perilaku perfeksionis yang abnormal. Ingin pekerjaan kita se-perfek mungkin itu bisa jadi wajar, tapi kalau kita ingin selalu perfek karena TAKUT berlebihan dengan kegagalan, nah itu red flag.
High fear of failure
Orang yang cemas selalu takut dengan “what if…”. Gimana kalo gagal nanti? Gimana kalo ga sukses? Gimana kalo gini? Kalo gitu? Padahal gagal itu adalah sesuatu yang wajar. Malah bisa dijadikan pelajaran. Tapi, buat maladaptive perfectionist plus anxiety, mereka lebih memilih ngga melakukan apa-apa ketimbang melakukan sesuatu yang ngga sempurna, terus gagal.
All or nothing thinking and procrastination
Karena sangat amat takut gagal, orang-orang cemas dan perfeksionis ini selalu menunda pekerjaan. Alasannya karena tadi itu, belum sempurna. Padahal sempurna kan cuma punya Tuhan. Akhirnya mereka selalu bersikap all or nothing. Sempurna dulu atau ngga gerak sama sekali. Apa yang didapatkan pada akhirnya? Tidak ada progress.
Self-criticism and seeking approval behavior
Karena rasa cemas dan takut yang besar itu, orang-orang seperti ini cenderung mengkritik dirinya sendiri dengan keras, tanpa adanya self compassion. Akhirnya, orang seperti ini jadi mudah stress dan burn out. Jalan gampang untuk keluar dari kritikan diri sendiri adalah dengan mencari validasi dari orang lain, dari lingkungan eksternal.
Low self-esteem
Karena ada constant need of external validation, ketika validasi itu ngga dateng, orang seperti ini akan langsung jatuh pada kondisi tidak percaya diri yang parah.
Selalu merasa kurang
Karena selalu mengejar kesempurnaan yang fana, segala sesuatu akan terasa kurang. Meski sudah mendapat achievement sekalipun, tetap akan ada perasaan kurang, kurang, dan kurang.
What do they need?
Setelah saya telaah kembali perjalanan saya dan tulisan-tulisan di blog (cuz I’m going to revive this website!), ternyata saya pun punya gejala low self esteem, constant irrational fear, kecenderungan ingin menjadi perfek, procrastination (berhenti menulis dan ngonten hanya karena merasa “belum bagus postingannya”), yang kalo ditelusuri kebelakang, ternyata sudah saya rasakan (dan saya curhatin di blog) sejak masuk kuliah! Hanya saja, saya tidak sadar sampai tertampar badai studi S3 dan pernikahan yang mengguncang kepribadian saya. Mungkin ketika saya ikut MMPI, saya lagi “kumat”, jadi gejalanya terdeteksi oleh sang psikiater.
But, througout this year, sedikit demi sedikit saya mulai menyadari (acknowledge) kekurangan saya tersebut, sambil belajar membenahinya satu persatu. Buat yang ngikutin blog dan website saya mungkin pernah baca tulisan-tulisan saya yang tanpa saya sadari adalah terapi dan refleksi terhadap kecemasan saya.
Dari pelajaran hidup tersebut, setidaknya saya memahami ada beberapa hal yang sebenarnya dibutuhkan oleh orang yang cemas:
Have a self compassion
Sayangi diri sendiri, hargai diri sendiri, berbaikhatilah kepada diri sendiri. Menurut saya ini paling penting, mengasihi dan menerima diri kita apa adanya. Acceptance.
Fokus pada progress, bukan outcome
Ketika kita menghargai progress, maka outcome se-cacat apapun akan terlihat perfect untuk kita.
Selalu melihat realitas
Saking takutnya dengan kegagalan, kadang kita tidak melihat realitas dan langsung memasang standar tinggi. Cara terbaik adalah untuk selalu melakukan reality check.
Done is better than perfect
Kalau temen-temen sekarang sering ngelihat saya nulis lagi, ngepost lagi, well, sekarang saya sedang melakukan tahap yang ini. Ngga lagi mengejar kesempurnaan, coba dulu dikerjakan, lakukan dulu. Gagal gapapa, yang penting ada progress, kayak dulu pas jaman S3.
Nggak sabar melihat versi diri sendiri yang tanpa kecemasan di bawah sadar kita! Anyone relate?
