Basically, saya ngga terlalu suka sama K-Drama (karena episodenya banyak dan durasinya panjang), tapi saya buat pengecualian buat drama Queen of Tears ini. Ada 2 alasan, yang pertama, kata temen drama ini bertema tentang komunikasi, yang kedua, karena trailer drama ini memperlihatkan struggling 3 tahun pertama pernikahan yang relatable banget. Dan ternyata, memang bener, saya belajar kunci penting komunikasi dan rumah tangga dari drama Queen of Tears ini, bahkan sampai parenting!

Apa saja pelajaran penting tersebut?

Married couples don’t make effort

Salah satu hal yang bikin saya kecantol drama ini adalah karena sejak episode awal (episode kedua) drama ini sudah ngasih satu nasihat yang relatable banget. Nasihat ini keluar dari mulut karakter Kim Yang-gi, seorang pengacara perceraian, yang sedang menasihati temannya, karakter Baek Hyun-woo, yang hendak menceraikan istrinya. Kurang lebih nasihatnya begini:

Pasangan yang sudah menikah itu biasanya ngga lagi berusaha. Karena mereka merasa sudah berada dalam ikatan yang eksklusif, jadi mereka ngga berusaha lagi. Mereka ngga lagi berusaha untuk saling mencintai, saling menyayangi, saling menghargai, bahkan untuk saling berkomunikasi. Mereka jadi kecewa dan bertengkar, yang ini menjadi alasan banyak pasangan bercerai.

Di episode terakhir pun, karakter Hong Hae-in bilang, pasangan bisa saja bubar hanya karena pertengkaran sepele, misunderstanding, yang sebenernya bisa diselesaikan dengan komunikasi. Tapi, instead of mengetuk pintu kamar satu sama lain dan bicara baik-baik, kebanyakan orang memilih untuk menyendiri dan tidak berusaha untuk mengkomunikasikan baik-baik.

Menurut pengalaman pribadi, being married is an endless effort. But it is the kind of effort you would like (or enjoy) to do so. Jadi, menikah tu ya tetep aja butuh effort to keep things afloat, bedanya, kamu akan senang melakukannya ketika kamu memang bener-bener sayang sama pasanganmu.

Baca juga  Kisah Jeffrey Dahmer di Netflix: Antara Kehadiran Orangtua dan Pembunuh Berantai

A key to a healthy marriage? Communication

Laagiiiii,, kalo bahas beginian, pasti kata kunci ini keluar: komunikasi! Ngga perlu dijelasin kayak gimana lagi sih soal ini. Tapi, terus terang saya suka bagaimana drama ini menggambarkan bahwa komunikasi bagi pasangan ini sangat krusial.

*A little spoiler ahead*
Di drama ini digambarkan bahwa titik mula keruntuhan rumahtangga Baek Hyun-woo dan Hong Hae-in adalah ketika keduanya bertengkar setelah Hong Hae-in keguguran. Hae-in yang sedih melampiaskan kesedihannya dengan mengosongkan kamar nursery yang sudah mereka siapkan. Hyun-woo sedih karena kehilangan bakal calon bayinya, kemudian melihat kamar nursery yang dibangunnya dengan penuh harapan mendadak dikosongkan, jadi semakin sedih.

Keduanya sebenarnya sedang grieving, tapi, daripada mengkomunikasikan kesedihan dan mencari coping mechanism untuk masalah mereka, keduanya justru malah menyendiri dan menghindari interaksi satu sama lain. And that is how most divorced couple separated.

In my personal opinion, sebagai pasangan memang kita ngga bisa mengharapkan pasangan kita untuk bisa baca pikiran, karena ujung-ujungnya cuma bikin kecewa. So, apapun perasaan yang kita punya, harus dikomunikasikan baik-baik ke pasangan.

Anak adalah “produk” orangtuanya

Hong Hae-in digambarkan sebagai seorang perempuan yang kaku dan dingin. Padahal, dibalik kekakuan dan kedinginannya, Hae-in adalah perempuan baik yang punya hati yang baik, hanya cara penyampaian atau cara mengekspresikan sikapnya saja yang selalu kaku dan dingin. Setelah dikulik, ternyata perilaku ini bukan tanpa alasan.

Hong Hae-in dibesarkan oleh ibunya yang selalu bersikap dingin dan kaku terhadapnya. Ibunya tidak pernah mau bicara dari hati ke hati dengan Hae-in. Ibunya bahkan tidak mau meng-acknowledge dan tidak mau menanggapi perasaan anak perempuannya. Sehingga Hae-in tumbuh menjadi seseorang yang membawa perasaan dingin dan kaku itu, yang kemudian membawanya ke masalah komunikasi dalam rumah tangganya.

Baca juga  Fakta Pahit Pernikahan yang Tidak Pernah Dikatakan: Benar kah?

Di sisi yang berlawanan, Baek Hyun-woo, suaminya, dibesarkan dalam keluarga yang hangat dan ekspresif. Sehingga tidak sulit bagi Hyun-woo untuk mengekspresikan perasaannya. Meskipun begitu, ia tetap kesulitan berkomunikasi dengan Hae-in yang memang tidak mengenal “pola komunikasi yang baik” karena dibesarkan oleh ibu yang tidak komunikatif.

Anak-anak akan selalu tumbuh melihat punggung kedua orangtuanya. Kalau orang tuanya kaku, ya anaknya bisa tumbuh menjadi pribadi yang kaku. Kalau orangtuanya baik, ya anak bisa tumbuh jadi baik. Sebab interaksi orangtua kepada anak adalah salah satu faktor terbesar yang menentukan bagaimana si anak ini tumbuh nantinya. Dan poin ini tersampaikan dengan cukup baik dalam drama ini ketika kita melihat dinamika di kedua karakter utama drama ini.

Apakah film ini direkomendasikan?

Menurut saya pribadi, film ini dibangun dengan premis yang baik, tentang seluk beluk berumahtangga. Cara story telling-nya pun cukup menarik, walaupun seperti K-drama lainnya, kadang terlalu banyak drama yang lebay.

Sayangnya, saya kurang suka ending dari drama ini, karena drama ini kehilangan esensi premis-nya seputar rumah tangga itu tadi, dan jadi sedikit menye-menye dan overly romantic. Dibeberapa bagian bahkan terasa kurang realistis dan too good to be true (yah namanya K-drama yak…)

Tapi, kalau soal pelajaran yang dapat dipetik dari drama ini, saya cukup puas dengan pelajarannya. Karena saya jadi ikut belajar juga, dan ketika dipraktikkan, it works!

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *