Netflix baru saja merilis satu program kompetisi bertema dance bertajuk Dance 100. Bedanya, kalau biasanya yang dikompetisikan adalah group dance-nya, di program yang satu ini justru koreografer-nya yang ditandingkan.

Yang saya sukai dari kompetisi Koreografer di Netflix ini adalah sistem penjuriannya yang menurut saya terasa fresh dan adil. Kok bisa begitu? Memang konsepnya seperti apa?

Buat para penyuka dance, yuk cekidot!

Dance 100: Kompetisi yang Menghadirkan 100 Dancers Profesional Sekaligus

Kenapa diberi judul Dance 100? Karena program ini menghadirkan 100 orang dancers profesional dari berbagai negara di dunia. Tapi, ke 100 dancers ini bukanlah pesertanya.

Seperti yang saya bilang tadi, ini despite the title, program ini sebenernya adalah kompetisi Koreografer, jadi pesertanya adalah 8 orang Koreografer. Mereka adalah Max, Janice, Rudy, Rex, Akira, Celine, Brandi, Keenan. Kedelapan koreografer ini merupakan dancer/choreographer yang sudah pernah bekerja bersama banyak artis/penyanyi lain.

Para Koreografer yang menjadi peserta Dance 100. (Sumber: google.com)

Dalam kompetisi Yang terbagi Dalam 6 episode ini, masing-masing Koreografer akan mendapat assignment tiap minggu (tiap episode) dimana mereka harus membuat koreografi dengan durasi singkat berdasarkan lagu yang sudah dipilihkan, dan dengan tantangan yang berbeda-beda.

Di satu episode ada yang tantangannya adalah menggunakan properti tambahan, ada yang tantangannya adalah story telling/narasi, dan lain sebagainya, yang mana harus mereka aplikasikan dalam koreografi mereka, dengan diiringi lagu yang kadang mereka tidak kenal, baru pertama kali mereka dengar, atau bahkan mereka benci!

Kalau pesertanya adalah Koreografer dan yang dikompetisikan adalah ide dan bentuk tariannya, lalu siapa yang menarikan?

Baca juga  Review J-Dorama 1122 (ii fufu): Sekelumit Permasalahan ala Rumah Tangga Modern Jepang

Nah, disitulah peran ke-seratus dancer yang ada dalam program ini. Mereka akan di-assign ke tiap-tiap koreografer. Dan tiap episode, jumlah dancer yang di-assign akan berubah semakin banyak.

Misalnya, di episode pertama seorang Koreografer harus membuat koreografi untuk 7 orang dancers, di episode berikutnya jumlah ini akan naik jadi 14, kemudian 20, 25, 50, hingga akhirnya 100 dancers di episode finale nya.

Ngatur penari 7 orang aja sulit, apalagi untuk formasi dan blocking. Ngga kebayang harus mengatur 100 penari, bikin dance dan formasi yang eye-pleasing. Pasti rumit! Dan disitulah tantangannya. Ngga cuma dance routine yang kece, tapi juga formasi, blocking, dan penggunaan properti tambahan,

Sistem Penjurian yang Adil di Dance 100

Biasanya kalau ada kompetisi dance, mereka akan menghadirkan koreografer, dancer, dan artist dance ternama buat jadi Juri. Kalo Koreografer, kira-kira siapa yang bisa menilai leadership-nya si koreografer, sekaligus menilai kesulitan dan kreatifitas routine-nya, dan menilai performance akhirnya?

Yep, keseratus dancers profesional tersebutlah yang menjadi penari sekaligus menjadi juri! Di setiap akhir episode, para penari ini berhak memilih koreografer yang mereka sukai dengan sistem voting. Koreografer dengan vote terbanyak, akan lolos di episode berikutnya. Inilah yang menurut saya membuat kompetisi menarik.

Sistem voting, para dancer bebas berdiri dibelakang koreografer yang mereka dukung. Di sini para dancer yang menentukan nasib para koreografer.

Seorang dancers profesional bisa merasakan kalau suatu dance routine itu bener-bener keren, bener-bener dope, dengan tidak hanya dengan melihat, tapi juga menarikannya secara langsung. Mereka bisa menilai dengan fair tingkat kesulitan formasi dan dance routine-nya, sebab mereka juga terlibat dalam proses menarikannya itu.

Terutama bagi dancers yang di-assign ke koreografer, mereka bisa merasakan langsung kepemimpinan si koreografer tersebut. Bisa menilai bagaimana proses kreatif dari koreografer sampai ide tersebut diimplementasikan ke para penari dalam waktu yang relatif singkat. Jadi, terlihat sangat fair bagi mereka untuk menentukan siapa yang pantas bertahan.

Baca juga  Gossip Girl 2021 dan Dinamika Remaja yang Sudah Berubah

Tapi kan, dancer yang masuk tim koreografer itu pasti mendukung si koreografer itu donk?
Jawabannya, belum tentu. Di sini ngga ada loyalitas. Mereka bener-bener obyektif melihat koreografer mana yang emang keren, yang ingin mereka ikuti. Kalau mereka merasa koreografer mereka sucks, ya mereka akan move out.

Apalagi di episode final dimana keseratus dancers ini bisa merasakan ide kreatif, kemampuan, dan kepemimpinan dari masing-masing kedua finalist, jadi ngga ada lagi alasan loyalitas. Dan mereka bisa dengan fair menilai masing-masing koreografer.

Menurut saya, ketimbang juri yang cuma melihat hasil akhir, akan jauh lebih fair kalo juri dalam kompetisi ini adalah mereka-mereka yang merasakan sendiri, yaitu para dancers. Walaupun, di episode-episode awal cuma sebagian dari 100 dancers ini yang di-assign ke para koreografer.

Diversity and Character in Dance 100

Salah satu yang saya bener-bener appreciate adalah diversity yang ada diantara para koreografer dan para dancer. Ada dancers cowok, cewek, straight, gay, ada yang ramping seksi, bahkan ada yang plus size.

Sebenernya para koreografer sendiri juga punya taste dan karakter mereka masing-masing yang bener-bener diverse, dan itu bener-bener keliatan di tiap-tiap koreografi yang mereka buat.

And I can see why the winner of this competition is winning, from the first episode. Because this choreographer is so emotional (in a good way), creative, and dope! You should see it why.

Para dancers juga punya karakternya masing-masing. Ada yang kurang setuju sama koreografernya, tapi tetap menari dengan profesionalnya. Entah kenapa saya suka dengan hal-hal kecil semacam itu.

Koreografi untuk 100 orang??? Hmmm mantabb

My Opinion

Sebagai seorang penari amatir dan penyuka dance and its culture, saya merasa tayangan Netflix satu ini membawa suasana yang fresh. Ngga terlalu mengedepankan cool dance routine semata seperti tayangan dance pada umumnya, tapi juga karakter, proses kreatif, diversity sampai ke opini dari masing-masing dancers itu sendiri.

Baca juga  Review House of Ninjas: Bukan Drama Ninja Biasa

Bahkan, pilihan lagu yang digunakan di acara ini juga kadang-kadang unexpected, jadi menambah daya tariknya. Plus mengkoreografikan 100 orang, seolah-olah ini memang mencari koreografer untuk event sekaliber Super Bowl Halftime Show.

Meskipun tayangan ini rasanya ngga bisa melampaui hype-nya tayangan bertema dance yang menjadi trendsetter seperti America’s Best Dance Crew (ABDC) karena konsepnya yang emang berbeda.

Saya pribadi bener-bener senang karena mereka mengangkat koreografer plus-size dan menggunakan dancer plus-size juga untuk mendobrak stereotipi bahwa cuma yang ramping kurus aja yang bisa menari. No, dancing doesn’t have anything to do with your body size.

Tayangan ini cocok jadi hiburan ringan ditengah kehidupan bekerja yang monoton dan tidak seru hahaha. Dan entah kenapa, tayangan ini membangkitkan semangat saya untuk lebih aktif secara fisik.

Siapa yang tertarik juga?

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *