Sebagai fans berat the Walking Dead (TWD) dulu, saya langsung masukin drama Beef dari Netflix ini ke dalam watch-list saya. Soalnya, Steve Yeun (pemeran Glenn di TWD) jadi tokoh utama di dalam drama ini.
Apalagi saya denger Steve Yeun sempat main film yang masuk banyak nominasi penghargaan film kayak Oscar, Golden Globe, SAG Awards, dan sebagainya. Walaupun ditengah nonton Beef saya baru sadar, kalo yang menang award itu Minari, bukan Beef. Hahahaha
Tapi, fakta tersebut tidak lantas membuat saya berhenti nonton Beef. Karena cerita drama Beef ini sangat smooth, bikin penonton penasaran dan menerka-nerka jalan ceritanya, plus penuh makna layaknya award-winning drama/movie.
Emang seperti apa isinya? Ijinkan saya kupas tipis-tipis yak
Table of Contents
Sinopsis Drama “Beef” Netflix

Sebenernya agak sulit menulis sinopsis drama ini tanpa spoiler (karena ceritanya begitu epik menurut saya). But, I’ll try to make it simple then.
Cerita drama ini bermula dari sebuah kejadian road rage alias ugal-ugalan di jalan yang terjadi karena Danny Cho (Steven Yeun) kesal lantaran diklakson dan dihina oleh mobil yang dikendarai seorang pengusaha sukses bernama Amy Lau (Ali Wong).
Keduanya terlibat insiden kejar-kejaran dan ugal-ugalan di jalan, yang kemudian memicu serangkaian pertikaian, balas dendam, dan kejadian tidak terduga yang lambat laun membuka tabir kehidupan Danny dan Amy yang miserable, penuh dengan intrik emosi terpendam yang tidak terkontrol.
Secara garis besar, drama ini menunjukkan bagaimana emosi yang tidak terkontrol dari Danny dan Amy berdampak ke lingkungan sekitar mereka. Dari keluarga, lingkungan kerja, hingga ke lingkungan sosial, tapi dengan gaya bercerita yang halus dan dengan kejadian-kejadian yang tidak terduga.
Drama ini juga mengangkat perbedaan kelas sosial dari para Asian-American. Danny yang hanya seorang kontraktor kecil dengan struggle-nya, sementara Amy seorang pengusaha sukses dengan struggle yang berbeda dari masalah bisnis hingga ke stay-at-home husband-nya.
Yang jelas drama 10 episode ini termasuk kategori drama dark-comedy/psychological drama. Tiap episode yang berdurasi sekitar 40 menitan ini menyajikan cerita dengan sentilan-sentilan humor satir yang kadang bikin ketawa juga, tapi kadang bikin mikir juga.
Drama ini diproduksi oleh A24 yang juga memproduksi film Minari. Jadi, kebayang deh kira-kira level kualitasnya bagaimana.
What’s so interesting about this drama?
Udah banyak orang yang menulis review tentang drama ini, dan mereka semua sepakat (dan saya pun juga sepakat) kalau cerita dan cara bercerita dari drama ini sungguh exceptional! Menurut saya ada beberapa poin yang membuatnya jadi begitu menarik:
Jalan cerita yang simpel tapi ngga ketebak
Jujur aja, sejak nonton episode 1 saya udah “kecantol”, meskipun saya sadar ini drama bukan yang saya pingin tonton (karena saya pikir ini Minari).
Ceritanya sebenernya simpel, cuma insiden road rage yang berbuntut panjang. Tapi, dari buntut panjang ini, kita diperlihatkan banyak hal, terutama tentang emosi. Dan setiap emosi pasti punya alasan dibelakangnya.

Dari awal kita sudah diperlihatkan emotional struggle dari masing-masing karakter dan keduanya jelas memiliki emotional struggle yang berbeda. Serupa tapi tak sama. Ketika mereka terlibat insiden road rage tersebut, kita dibuat penasaran dengan “Apa yang akan terjadi berikutnya? Mereka kan senasib, apakah malah jadi teman senasib?”.
Dari episode ke episode kita dibawa ke masalah demi masalah yang terjadi sebagai sebab-dan-akibat dari tindakan masing-masing karakter dalam menghadapi masalah mereka.
Dari episode ke episode kita juga mulai memahami kondisi masing-masing karakter dan bagaimana emotional struggle mereka terbentuk. Amy dengan masalah represi emosi-nya dan Danny yang control-freak dan semacam manipulatif.
Dengan background emosi yang mirip, saya jadi menebak-nebak bahwa pasti ada titik temu diantara kedua karakter ini.
Ada beberapa titik dalam episode yang membuat kita berpikir, “wah ini nih juntrungan konfliknya, pasti nanti begini..”, tapi nyatanya engga. Berulangkali saya salah menebak tentang bagaimana cerita ini akan berkembang.
Semua ini diceritakan dengan gaya story-telling yang smooth hingga ke ending-nya. Pace dramanya juga cepat, jadi ngga bikin bosen.
Ditambah lagi bumbu-bumbu kisah rumah tangga Amy dengan suami stay-at-home-nya, kisah hubungan antar keluarga dalam keluarga Korean-American atau Japanesse-American atau Chinese-American.
Di sini kita ngga hanya mendengar kisah tipikal warga kulit putih di Amerika, tapi juga warga Asia dengan kulturnya di Amerika.
Yang saya suka, adalah bener-bener ngga ketebak ending-nya bakal seperti itu. Tetep komedi, tapi dalem maknanya.
Perfect Screenplay and Perfect Soundtrack
Beberapa adegan dalam film ini menurut saya sangat dramatis untuk film komedi. Bayangkan sebuah komedi tapi yang kita lihat adalah adegan yang dramatis.
Ditambah lagi dengan diiringi soundtrack (OST) yang ngga melulu lagu-lagu hits baru, tapi entah kenapa cocok sama adegannya. Seperti adegan terakhir di episode 1 dimana Amy mengejar Danny dengan diiringi lagu “The Reason”-nya Hoobastank. Somehow, it looks like Oscar material. Padahal adegannya semi-semi komedi.
Satu lagi yang saya suka adalah ending dari episode 7, dimana (agak sedikit spoiler nih), baik Danny dan Amy berada dalam masa paling terpuruk, dan adegan-adegannya sangat dramatis dan representatif, dengan diiringi lagu “Somewhere Only We Know”-nya Keane. Entah kenapa, tingkat dramatisnya jadi meroket. Padahal ini drama komedi lho, tapi emosinya dapet banget.
Great Actors!
Di TWD, Steven Yeun ngga begitu mencolok menurut saya. Makanya saya surprised melihat bagaimana akting dan emosi seorang Danny bisa dibawakan dengan baik oleh Steven Yeun. Cowok control-freak dan manipulatif tapi punya sisi suicidal dan depresi terselubung bisa diperankan dengan baik.

Tapi, akting Steven Yeun ngga akan sempurna tanpa kehadiran Ali Wong sebagai Amy. Dia bisa menampilkan emosi yang berubah-rubah. Memainkan seorang karakter wanita dengan represi emosi itu ngga mudah menurut saya.
And yet, both of them perfectly delivered the dynamic emotion of both Amy and Danny. Apalagi kalau kita mengikuti cerita mereka dari awal emosinya kayak gimana, terus liat ending dengan emosi yang jauh berbeda tu bener-bener amazing menurut saya.
Saya langsung jatuh cinta sama Ali Wong meskipun ngga tau film lain yang dia mainkan apa aja. Karena aktingnya terasa begitu tersampaikan ke penonton. Ada titik dimana penonton dibikin kesel banget sama Amy dengan kepribadiannya yang “fake”, tapi di sisi lain, kita juga kasian sama Amy.
They both deserve awards!
My personal take on this drama
Opini saya yang paling dalam sih, saya suka banget dengan cerita “Beef” Netflix ini karena diam-diam sebenernya relateable. Perempuan Asia dengan represi emosi, dengan kebingungan tentang jati diri dan pertanyaan “what do I really want?”, sampai ke struggle-nya dalam pernikahan. Terasa familiar ngga sih?
Inti dari cerita drama ini adalah tentang emosi dan bagaimana seseorang yang kehilangan kontrol atas emosi mereka, bakal merugi, bakal hancur sendiri. And I believe that’s true. Salah satu tantangan menjadi dewasa adalah tentang mengontrol emosi.
Kita juga diajak melihat perubahan Amy ditengah kegalauannya mencari “apa yang sebenernya dia inginkan”. Apakah itu karir, keluarga, apakah itu dirinya yang represif, atau yang ekspresif.
Drama “Beef” Netflix ini juga banyak menyampaikan pesan-pesan yang bermakna menurut saya. Tentang pekerjaan, tentang diri sendiri, tentang keluarga, sampai tentang kehidupan. Padahal ini komedi.
Saya pribadi merasa sangat “kecantol” dengan drama ini. Bahkan saya bisa menyelesaikan kesepuluh episodenya dalam waktu kurang dari satu minggu. Mungkin cuma dalam 3-4 hari, saking menariknya drama ini menurut saya.
Penasaran? Coba tonton deh, dan share pendapatmu di kolom komentar yuk!
Kebetulan saya juga baru beres nonton serial Beef ini. Ceritanya emang seru, bikin gak pengen berhenti sampai episode terakhir. Inti permasalahannya adalah amarah yang dipelihara. Baik amarah yang ditekan-tekan dan disembunyikan maupun yang diumbar dan diledak-ledakkan dua-duanya hanya membawa petaka. Pada satu momen saja saat dua orang tersebut membuat keputusan yang terburu-buru karena amarah yg telah menumpuk tersulut oleh insiden remeh “klakson”. Satu keputusan bodoh dan ga penting yang dikira sederhana, tapi jadi merembet ke keputusan-keputusan bodoh lain yang merugikan diri dan banyak orang. Sangat sering terjadi di dunia nyata kita, jadi emang berasa relate bgt sih pas nonton. Walaupun… tidak sedramatis itu yang dialami kebanyakan orang. Tapi, tetap menarik untuk ditonton.
Saya nonton ini awalnya karena emang reviewnya banyak yg bagus, dan krn ada Ali Wong. Kalau ada dia pasti deh ada kejadian kacau dan kocak wkwkwk.
Betuuul. Semua gara-gara amarah. Awalnya keliatan simpel, tapi ternyata berbuntut panjang. Betul sih, karena keputusan yang terburu-buru.
Oiya, boleh dishare kak series/filmnya Ali Wong yang rekomen apa lagi ya? Jadi penasaran ama Ali Wong